Posts Tagged ‘saham’

Investasi atau Spekulasi: Pilih Emas, Properti, atau Saham ya?

Emas, Properti, Saham = Investasi, atau Spekulasi?

 

Beberapa hari lalu, Pemerintah Siprus mengumumkan akan menjual cadangan emas mereka secara bertahap senilai 400 juta Euro, sebagai bagian dari penyelamatan perekonomian negeri Gunung Olimpus. Dan entah ada hubungannya atau tidak, beberapa saat kemudian harga emas di pasar futures New York langsung anjlok hingga sekarang berada posisi US$ 1,351 per oz. Jika dihitung dari posisi puncaknya yaitu US$ 1,908 pada Agustus 2011 lalu, maka harga emas sudah turun 29.2%. Well, jika dilihat dari persepsi bahwa IHSG pun kalau memasuki musim koreksi biasanya akan turun sebesar 20 – 25% dari posisi puncaknya, maka saat ini boleh dibilang yang sedang mengalami koreksi adalah emas.

 

Pasca penurunan harganya, berbagai pihak termasuk institusi besar sekelas J.P. Morgan kemudian mencoba menjelaskan penyebab dari gejolak harga emas tersebut, tapi kita tidak akan membahas hal itu karena setelah penulis pelajari sendiri, analisisnya cenderung ngawur (atau mungkin analisisnya terlalu canggih sehingga justru penulis sendiri-lah yang nggak ngerti? But whatever lah, I don’t invest in gold anyway). Disini kita akan mencoba mempelajari emas ini dari awal lagi. Okay, kita mulai saja.

 

Emas sejak dulu dikenal sebagai instrumen hedging, yaitu instrumen untuk melindungi aset dari penurunan nilai karena inflasi dan lain-lain. Jika anda punya duit nganggur dan bingung mau ditaruh dimana, karena bunga deposito juga masih lebih kecil ketimbang tingkat inflasi, maka uang tersebut bisa disimpan dalam bentuk emas. Berbeda dengan properti, harga emas lebih terjangkau (karena anda bisa membelinya sebanyak minimal 1 gram saja, atau bahkan kurang dari itu), dan karenanya lebih likuid (mudah dijual/dicairkan menjadi uang cash) ketimbang aset properti seperti tanah, sawah, atau bangunan.

 

Karena fungsi aslinya yang memang hanya untuk hedging, maka emas tidak menawarkan pertumbuhan dari nilai aset yang ditanamkan, melainkan hanya kenaikan harga saja (penjelasan lebih detilnya baca lagi artikel-artikel terdahulu di blog ini, search aja). Karena itulah jika dibandingkan dengan investasi pada aset bertumbuh seperti saham, perusahaan, sawah, peternakan hingga perkebunan, maka investasi pada emas kurang menguntungkan karena kenaikan nilainya hanya mampu mengalahkan tingkat inflasi saja.

 

Disisi lain emas juga memiliki tingkat risiko yang rendah, karena memiliki nilai yang pasti yaitu berdasarkan beratnya, yang tidak akan pernah berubah sampai kapanpun. Maksud penulis, jika anda beli emas seberat 10 gram di tahun 1990, maka pada hari ini berat emas tersebut akan tetap 10 gram, tidak menyusut atau berkarat sedikitpun, dan akan tetap menjadi 10 gram hingga selamanya. Hal ini berbeda dengan investasi pada properti yang bisa mengalami penyusutan, atau pada saham, yang bisa mengalami penurunan nilai secara signifikan jika kinerja perusahaan yang bersangkutan mengalami kemunduran atau bahkan bangkrut.

 

Namun, itu dulu. Saat ini emas sudah memiliki banyak fungsi selain fungsi aslinya untuk hedging seperti yang sudah kita bahas diatas. Dan salah satu fungsi yang berkembang pesat belakangan ini adalah untuk trading. Investor, atau lebih tepatnya trader, bisa mengambil keuntungan dari fluktuasi harga emas, dengan cara membelinya di harga rendah kemudian menjualnya di harga tinggi, tak lama kemudian. Dalam hal ini emas kemudian menjadi mengandung risiko, yaitu jika si trader gagal menjualnya pada harga yang lebih tinggi. Dan itulah sebabnya ketika harga emas baru-baru ini turun, maka para trader-nya langsung kelimpungan. Kurang lebih sama saja lah seperti para pemain saham setiap kali IHSG rontok.

 

Tapi bagaimana dengan investor sungguhan yang tetap menjadikan emas ini sebagai instrumen/alat untuk hedging dan menyimpan aset? Ya mereka adem ayem aja, kecuali mungkin mereka yang membeli emasnya pas di harga yang tinggi, maka mungkin mereka agak nyesel juga. Sebagai contoh, penulis sendiri kemarin sempat beli gelang seberat 3 gram buat si kecil di rumah seharga Rp1.6 juta. Kalau penurunan harga emas yang terjadi belakangan ini turut berpengaruh terhadap harga perhiasan emas yang dijual di toko-toko, maka harga gelang tersebut mungkin ikut turun juga menjadi sekitar Rp1.2 juta. Tapi apa penulis kemudian menjadi rugi? Ya nggak lah, karena sejak awal gak pernah ada niat untuk menjual kembali gelang tersebut pada harga yang lebih tinggi. Malah jika harga emas beneran turun, maka mungkin besok-besok kami akan mampir ke toko emas lagi, mumpung diskon!

 

Berspekulasi dengan emas

 

Nah, seperti yang sering sekali sudah kita bahas berkali-kali di blog ini, mau invest atau trading (di saham, emas, atau lainnya), maka itu boleh-boleh saja. Yang tidak boleh adalah spekulasi. Dalam kaitannya dengan kegiatan trading, spekulasi adalah cara trading yang mengejar keuntungan ekstra-besar namun dengan mengambil risiko kerugian yang tidak kalah besarnya (istilahnya high risk high gain, tapi dalam pengertian yang lebih esktrim). Caranya? Dengan menggunakan dana yang tidak kita miliki, alias pinjaman, alias utang!

 

Sayangnya cara ‘berinvestasi’ di emas yang berkembang belakangan ini memang justru mengarah pada spekulasi yang menggunakan utang tersebut, bahkan meski para pelakunya menolak bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah spekulasi.

 

Salah satunya, Kebun emas. Kebun emas adalah metode yang berkembang sejak tahun 2007 lalu, dimana anda bisa memperoleh emas dalam jumlah besar dengan cara memanfaatkan fasilitas gadai yang disediakan Pegadaian atau bank. Intinya begini, kalau dalam investasi emas biasa, anda hanya akan memperoleh 10 gram emas jika membelinya senilai Rp5 juta (dengan asumsi harganya Rp500,000 per gram). Tapi dengan memanfaatkan fasilitas gadai, anda bisa memperoleh emas 100 gram dengan modal hanya Rp14 juta (cara lebih detailnya coba search di google, intinya adalah melakukan gadai emas yang sama secara berulang-ulang).

 

Tapi yang patut dicatat disini adalah, tambahan emas sebanyak 90 gram tadi merupakan pinjaman dari pihak Pegadaian/bank, sehingga emas yang benar-benar anda miliki tetap saja cuma 10 gram.

 

Dalam ‘investasi biasa’, jika dalam setahun harga emas naik 25% dari Rp500,000 menjadi Rp625,000 per gram, misalnya, maka keuntungan yang anda peroleh dari modal sebesar Rp5 juta adalah Rp1.25 juta (25% dari Rp5 juta). Tapi dalam metode kebun emas ini keuntungan anda bisa mencapai Rp12.5 juta alias sepuluh kali lipat, karena emas yang anda pegang kan bukan 10 gram, melainkan 100 gram. Tentunya, keuntungan tersebut masih kotor karena belum dikurangi biaya administrasi dan biaya gadai (yang sebenarnya merupakan bunga, kadang disebut juga sebagai ‘biaya titip’) yang harus anda bayar ke pihak Pegadaian. Tapi dengan asumsi bahwa biaya-biaya tersebut lebih rendah dari keuntungan karena kenaikan harga emas, maka total keuntungan bersih yang anda peroleh tetap akan lebih tinggi ketimbang investasi emas dengan ‘cara biasa’.

 

Namun, itu kalau harga emas naik. Kalau harga emas turun seperti sekarang, bagaimana tuh? Ya tentunya kerugian yang anda derita juga akan menjadi berlipat ganda, mengingat anda nggak bisa menggadaikan emas selamanya (harus ditebus setelah beberapa waktu tertentu), atau beban bunga tadi akan terus bertambah besar seiring waktu. So, dalam kondisi seperti ini maka para ‘investor emas’ yang menggunakan metode kebun emas ini bisa dipastikan akan kelimpungan. Sementara investor emas tradisional? Ya mungkin justru berpikir bahwa sekarang adalah saatnya untuk mampir ke toko emas lagi, untuk memilih-milih anting, cincin, dan kalung buat dikoleksi.

 

Sekarang ini metode kebun emas sudah sangat berkembang dengan berbagai modifikasinya, yang tujuannya tetap sama: Untuk meraup keuntungan yang besar, dan lebih besar lagi, dan kalau bisa dalam waktu singkat, dan biasanya dengan tetap menggunakan cara pinjaman alias utang tadi. Pada tahap ini, emas sudah kehilangan fungsinya sebagai instrumen hedging, karena sudah dijadikan alat untuk ‘meraih keuntungan yang sebesar-besarnya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya’.

 

Selain metode kebun emas dan berbagai pengembangannya diatas, sejak dulu emas juga merupakan salah satu komoditas yang biasa diperdagangkan di bursa derivatif atau futures, bersanding dengan komoditas-komoditas lainnya seperti perak, minyak, batubara, dan CPO. Intinya, anda bisa meraih keuntungan dari membeli kontrak emas pada harga murah, untuk kemudian dijual lagi beberapa saat kemudian pada harga tinggi. Ketika anda membeli emas di bursa derivatif, anda tidak benar-benar memperoleh emasnya, karena dalam sistem kontrak, emas itu baru akan diserahkan kepada si pembeli dalam waktu 3 bulan setelah transaksi pembeliannya dilakukan. Nah, dalam jangka waktu 3 bulan itulah, anda bisa menjual kontrak emas itu kembali, biasanya pada harga yang lebih tinggi, karena semakin mendekati masa penyerahan emas, biasanya harga kontraknya akan semakin naik. Karena inilah, sebagian besar dari orang-orang yang aktif melakukan aktifitas trading emas di bursa derivatif, mereka tidak benar-benar hendak membeli emasnya, melainkan hanya untuk memperoleh keuntungan jika berhasil menjualnya kembali pada harga yang lebih tinggi.

 

Disisi lain risikonya tentu saja tetap ada, yaitu jika harga kontrak emasnya keburu turun sebelum si trader sempat menjualnya, sehingga ia akan menderita kerugian.

 

Nah, pada trading emas yang normal, kerugian tersebut mungkin tidak akan terlalu signifikan, dan itu merupakan bagian dari risiko yang masih bisa ditolerir, sebagai kompensasi dari potensi keuntungan yang mungkin bisa diraih. Tapi jika si trader menggunakan fasilitas margin (pinjaman) yang disediakan oleh brokernya untuk membeli emas lebih banyak lagi, maka kerugian itu bisa berlipat ganda. Well, ceritanya jadi sama seperti kebun emas diatas bukan?

 

Berspekulasi di Saham dan Properti

 

Seperti yang anda ketahui, di saham juga anda bisa melakukan trading selain berinvestasi. Dan diluar keduanya, anda bisa mencoba berspekulasi juga. Caranya? Well, saat ini sekuritas manapun sudah menyediakan fasilitas margin yang bisa anda gunakan setiap saat, untuk meraih keuntungan yang lebih besar lagi dari biasanya. Dari sisi definisi bahwa spekulasi adalah kegiatan jual beli saham yang dilakukan tanpa perhitungan yang matang sebelumnya, maka trading menggunakan fasilitas margin memang bukan spekulasi, karena anda tetap mengerjakan analisis dan perhitungan yang mendalam terlebih dahulu sebelum melakukan pembelian sahamnya bukan?

 

Tapi dari sisi definisi bahwa spekulasi adalah kegiatan yang mengharapkan keuntungan besar dengan mempertaruhkan risiko yang besar pula, maka trading dengan cara seperti itu jelas merupakan spekulasi. Dengan cara ini maka anda bisa untung besar ketika market bullish, tapi anda akan menderita kerugian yang lebih besar lagi ketika market bearish, karena si sekuritas akan tetap menarik bunga dari dana yang anda pinjam, tidak akan peduli apakah anda untung atau rugi.

 

Penulis sendiri sebagai investor kadang-kadang melakukan trading juga, dengan tetap memperhatikan aspek fundamental, tentu saja. Tapi kalau harus pake margin? Wah, jangan sampai deh. Penulis sudah terlalu sering mendengar cerita orang-orang yang portofolio-nya, atau bahkan hidupnya hancur berantakan gara-gara memelihara sifat serakahnya dengan cara trading saham dll pake utang atau semacamnya, dan jujur saja, I don’t want to be one of them.

 

Nah, itu di saham. Kalau di properti bagaimana? Sejatinya, properti seperti tanah, rumah, ruko, dan apartemen juga merupakan instrumen hedging, sama seperti emas, karena sifatnya yang tahan inflasi. Tapi jika anda membeli properti untuk tujuan hedging, maka keuntungannya pun akan kecil. Karena itulaaaaah.. orang-orang kemudian berusaha mengembangkan cara-cara yang aneh-aneh yang pada intinya agar seorang ‘investor’ bisa memiliki banyak properti dalam waktu singkat, beli properti tanpa modal, beli properti untuk dijual pada harga lebih tinggi lagi, dan seterusnya. Dan coba tebak? Semua metode tersebut melibatkan unsur utang! Entah melalui bank atau lainnya. Okay, ketika harga-harga properti masih melambung tinggi seperti sekarang maka tentu saja tidak ada yang protes, karena semua untung, semua senang, semua menang!

 

Tapi jika nanti ada masanya harga properti terjerembab seperti emas barusan, kira-kira bagaimana tuh? Ya sekali lagi, yang kelimpungan adalah mereka yang menggunakan ‘cara-cara cepat’ dalam bermain properti ini. Sementara para investor tradisional, yang menjadikan properti-properti miliknya sebagai hedging, mereka akan santai-santai saja. Dalam hal investor itu adalah perusahaan pengembang properti, maka yang akan kalang kabut adalah pengembang yang terbiasa menggoreng (baca: menaik-naikkan secara sepihak) harga produk-produk propertinya. Sementara pengembang yang konservatif akan baik-baik saja. Tapi sayangnya, belakangan ini kebanyakan pengembang justru suka cara menggoreng seperti itu.

 

Lalu di saham sendiri, bagaimana? Kalau nanti IHSG jatoh, maka investor jangka panjang sekalipun akan ikut mewek dong? Ah, nggak juga.. Coba anda tanya Lo Kheng Hong, apa yang akan ia lakukan jika nanti IHSG jatuh? Jawabannya adalah justru dia akan belanja lagi!

 

Anyway, kalau menurut penulis sendiri, ini semua memang berakar dari psikologis si investor sebagai manusia, dimana psikologis ini menentukan apakah dia akan menjadi investor sungguhan, trader, atau justru seorang anti-investor alias spekulator. Maksud penulis begini. Kalau anda sejak awal sudah bisa mengendalikan sifat serakah anda, maka kreatifitas anda akan menuntun anda untuk memperoleh peningkatan nilai aset dengan cara-cara yang benar dan tidak membabi buta, dan aset anda tersebut kemudian akan meningkat secara wajar seiring dengan berjalannya waktu.

 

Tapi jika anda termasuk orang yang menyukai ‘cara cepat’, then well, kreatifitas anda akan menuntun anda ke tepi atap gedung yang tinggi, untuk kemudian melompat terjun kebawah. And believe me, it really happened to certain people.

sumber: http://www.teguhhidayat.com/2013/04/emas-properti-saham-investasi-atau.html

2011: The Year(s) of Living Dangerously

Kalau anda menonton TV kabel First Media, ada film seri NCIS yang dibintangi oleh Linda Hunt, wanita (tua) pendek. Linda Hunt adalah pemenang Oscar di film The Year of Living Dangerously, bersama Sigourney Weaver dan Mel Gibson. Film ini tidak pernah bisa masuk ke Indonesia karena mendiskreditkan Sukarno. Linda berperan sebagai seorang wartawan laki-laki kate bernama Billy Kwan yang ditempatkan di Indonesia di era 1965 – 1966. Linda yang memang agak mirip dengan peranakan Cina, cukup pantas memerankan Billy Kwan dan layak memperoleh Oscar karena aktingnya dalam film tersebut sangat baik. Dalam perannya, Linda banyak mengkritik Sukarno. Walaupun shooting film ini mengambil tempat di Filipina dengan figuran dari Filipina, tetapi menggambaran Hotel Indonesia, dan jalan berkelok di daerah Puncak cukup baik. Mike Emperio yang memerankan Sukarno, tidak terlalu mirip, tetapi boleh lah.

Kalau Linda Hunt bermain di film The Year of Living Dangerously, investor mungkin bermain dalam The Years of Living Dangerously. Kata The Years bisa diartikan beberapa tahun. Awalnya tahun 2007 – 2008, dunia seakan tergandeng dan bersama-sama “nyungsep” kedalam krisis kredit. Tahun 2009 masih bersama-sama berusaha bangkit. Dan tahun 2010 terjadi “decoupling”. Cina, India, emerging market dan bahan komoditi seakan berjalan sendiri. Sedangkan Eropa terpuruk lagi dilokomotivi oleh Irlandia dan Yunani.

Sekarang pertanyaannya ialah apakah di tahun 2011 dan selanjutnya Cina dan Emerging market masih bisa berjalan sendiri?

Tahun 2010 bisa dikatakan tahun anomaly. Beberapa hari lalu Australia terguyur salju. Biasanya pada akhir bulan Desember sampai Maret, merupakan musim panas di Australia dan temperatur di tempat-tempat seperti New South Wales adalah 30 derajat Celcius. Yang terjadi malah sebaliknya. Salju turun setebal hampir 30 cm. Udara mencapai 4 derajat. Mungkin waktunya berspekulasi bahan pangan untuk tahun 2011. Sebagian tanaman pangan rusak akibat badai salju.

Tahun ini juga tahun anomaly. Biasanya rakyat suka demokrasi. Ternyata rakyat Yogya tidak. Mereka membentuk kelompok anti pemilihan umum kepala daerah. Rakyat Yogya hanya mau gubernur dan wakil gubernur seumur hidup tanpa dipilih mereka, melainkan dari kaum bangsawan Jawa. Yaitu Sultan Hamengkubuwono dan Paku Alam.

Di lapangan sepak bola AFF Suzuki Cup, Indonesia awalnya menang 5:1 melawan Malaysia. Anehnya di Final Indonesia kalah 0:3 dan 2:4 melawan Malaysia.

Tahun ini emas naik menembus $1400 per oz. Walaupun sudah nampak sangat keletihan, baik secara teknikal dan siklus, ada kemungkinan rally emas masih berlanjut sampai Februari, mengikuti siklus tahunannya dan bisa (tidak harus, karena sudah keletihan) menembus $1500 per oz. Demikian juga perak, telah menembus $30 per oz, dan sedang konsolidasi di sekitar $30 per oz dan siap meluncur ke atas sebelum mengalami koreksi tahunannya antara bulan Februari sampai September.

Di tahun 2010, kredit di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat mengalami kontraksi. Sedangkan di Cina, India dan emerging market ekspansi kredit masih pada level yang tinggi tinggi. Ekonomi di zone Eropa goyah. Yunani dan Irlandia terpuruk. Bubble properti dan kredit di Irlandia dan Yunani meletup dan bank-banknya harus diselamatkan (seharusnya dibiarkan mati saja). Anggota-anggota zona Eropa sempat bertengkar memperdebatkan apakah Yunani dan Irlandia serta beberapa negara anggotanya yang berpotensi mengalami krisis kredit seperti Portugal, Spanyol dan Italy.

Di US, stimulus sebesar $1.3 trilliun, tidak menghasilkan apa-apa. Pengangguran masih di atas 9.5%, mendekati 10%. Pertumbuhan di sekitar 2.5%, kebanyakan pertumbuhan ini karena stimulus, seperti insentif untuk membeli mobil atau cash for clunker atau insentif untuk membeli rumah. Stimulus semacam ini hanya berputar sekali saja, setelah itu berhenti. Artinya jika effek stimulus itu hilang maka akan diperlukan stimulus baru. Konsumer secara umum mencoba mengirit dan melunasi hutangnya atau menggagal-bayarkan hutangnya. Sektor bisnis di US juga tidak melakukan ekspansi. Dan bankers menggunakan dana murah dari the Fed untuk berspekulasi dan menyalurkan sedikit saja ke ekonomi. Jadi tidak ada yang berubah secara fundamental kecuali kredit untuk spekulasi – uang panas – mencair kembali. Tahun 2010 ada 157 bank yang gagal di US. Angka ini naik dibandingkan tahun sebelumnya (2009) dimana 140 bank gagal.

Angka pengangguran di US mungkin di tahun 2011 tidak akan banyak beranjak. Sektor properti dan konstruksi masih belum bangkit, demikian juga sektor perbankan dalam menyalurkan kredit. Di sektor manufakturing karena persaingan dengan produk-produk Cina dan India, juga tidak bisa diharapkan berkembang di US. Sektor turisme lokal juga sulit diharapkan. Yang bisa diharapkan adalah sektor pemerintahan federal. Sedangkan untuk sektor pemerintahan negara bagian sulit diharapkan karena penerimaan pajak yang menurun.

Berkaitan dengan keuangan daerah (negara bagian) di US yang memburuk. Jurang antara penerimaan dari pajak dan kewajiban pengeluaran semakin melebar di beberapa distrik negara bagian seperti California, Illinois, New York dan New Jersey. Besar kemungkinan akan membahayakan pemegang surat hutang dan municipal bond negara-negara bagian ini. Memang krisis hutang pemerintah di California belum separah zone Eropa seperti Yunani, Irlandia dan Spanyol, tetapi indikasinya mengarah titik yang sama. Harus diingat bahwa California mempunyai ekonomi yang besarnya sekitar $ 2 trilliun atau 3x GDP Indonesia atau 1,5x Spanyol, 10x Irlandia, 7x Yunani. Jadi seandainya terjadi krisis di California, akan lebih terasa dibandingkan dengan krisis zone Eropa tahun 2010.

Krisis Euro Zone di tahun 2010 melanda Yunani, Irlandia, kemungkinan akan berlanjut ke tahun 2011 dan berpotensi menyusul adalah Spanyol dan Portugal. Hutang pemerintah Portugal adalah yang terparah di dunia saat ini setelah Jepang. Besarnya mencapai 1.2 x GDPnya. Sedangkan bank-bank Spanyol (ekonomi ke 4 terbesar di zone Eropa) kemungkinan memerlukan refinancing ala Irlandia sebesar $ 110 milyar tahun 2010 ini. Secara keseluruhan, tidak banyak yang bisa diharapkan dari zone Eropa.

Salah satu kuda hitam yang keluar di luar dugaan saya di tahun 2010 adalah Cina. Di luar dugaan saya, Cina punya jurus non-konvensional mengambil nafas meniup bubble di negara itu dan memperpanjang masa spekulasi di sektor properti di negara itu dan di negara yang berbasis komoditi seperti Australia, Canada, termasuk Indonesia. Dengan stimulus $ 500 milyar, Cina membangun kota-kota baru yang kemudian dibiarkan kosong. Pasokkan kredit 9 trilliun Yuan (2009) dan 8 trilliun Yuan (2010) membuat api spekulasi makin berkobar. Ada yang memperkirakan bahwa ada sekitar 64 juta rumah yang kosong dan setiap tahun ada 20 kota baru yang dibangun. Kalau angka 64 juta rumah kosong ini benar, artinya jumlah ini mampu untuk menaungi semua keluarga di Indonesia. Ini adalah jumlah yang tidak masuk akal. Jangan heran kalau harga bahan komoditi di pasar internasional naik. Harga minyak menembus $90 per bbl. Gejala yang berlawanan terjadi di sektor gas alam US. Gas alam pasar spot Henry hub yang merupakan pasar untuk US, tidak ikut naik dan bahkan turun terus selama 2010, menunjukkan bahwa motor konsumsi dan inflasi bukan dari US lagi melainkan dari Cina. Ekonomi US mengalami perlambatan.

Kembali pada Cina. Apa yang dilakukan pemerintah Cina ini adalah untuk menekan tingkat pengangguran. Politikus Cina belajar dari sejarah Cina, jika pengangguran meningkat, harga pangan naik dan kemiskinan naik maka akan timbul pembrontakan. Nampaknya apapun harus dilakukan dengan segala konsekwensi biayanya. Apa yang dilakukan pemerintah Cina tentu saja konyol, bubble di sektor konstruksi dan properti di Cina membuat ekonomi Cina overheating. Banyak analis yang meramalkan Cina akan crash landing di tahun 2011 atau 2012. Tetapi….., pengalaman Stephan Roach, analis Morgan Stanley yang setiap tahunnya meramalkan crash di Cina sejak awal tahun 2000an selalu meleset sampai akhirnya dia bosan menunggu datangnya crash dan kemudian dia menyerah. Sampai saat ini Cina adalah kuda liar yang sukar diterka. Kesulitan para ekonom bisa dimengerti yaitu karena tidak adanya contoh di masa lalu yang bisa dijadikan analogi. Cina adalah negara dengan sistem central planning yang ekonominya melesat akan menyusul negara-negara maju. Analog yang paling dekat untuk kasus Cina ini adalah Uni Soviet di dekade 50an. Sayangnya banyak yang tidak buku yang mengulas kasus Uni Soviet pada periode ini. Apakah Cina akan crash? Itu adalah kuda liar membuat tahun 2011 adalah tahun yang penuh ketidak pastian di dalam The Years of Living Dangerously. Kalau Cina crash, maka ekonomi terbesar ke 2 di dunia ini akan menyeret dunia bersamanya, terutama emerging market, Canada dan Australia. Kalau tidak maka Cina akan membakar emerging market, Canada dan Australia dengan api inflasi.

Sering kali apa yang direncanakan mempunyai konsekwensi sampingan yang tidak diinginkan. Demikian dengan apa yang dilakukan Cina untuk menangkal pukulan krisis ekonomi global ke negaranya. Uang panas spekulan masuk ke Cina dan juga ke negara-negara emerging economy yang mempunyai ikatan langsung dengan ekonomi Cina memicu naiknya harga-harga komoditi termasuk pangan. Pemerintah Cina terpaksa memberlakukan kontrol harga di supermarket seperti Carrefour, Wal-Mart. Cina bagaikan terhimpit diantara batu dan plat baja. Sama-sama kerasnya. Yang satu inflasi, pemborosan dan yang lain adalah menjaga lapangan pekerjaan bagi rakyatnya.

Catatan: kenaikan harga tidak hanya terjadi di Cina, tetapi juga di Cilandak Jakarta. Sejak Agustus tahun 2010, warung sate PSK – Pedagang Sate Kiloan kesukaan saya, di Jakarta membuat pengumuman tentang kenaikan harga satenya sejak Agustus 2010. Sekarang harganya Rp 45 ribu per ¼ kg.

Banyak analis meramalkan bank sentral Cina akan menaikkan suku bunganya berkali-kali untuk mengerem ekonomi yang sudah overheating dan meredam aksi spekulasi. Besarnya dana kredit yang akan dikucurkan diturunkan menjadi 7.5 trilliun Yuan (masih tergolong besar untuk mengobarkan api spekulasi dan menggembungkan bubble). Saat ini yang dihadapi Cina adalah:

– Massive bubble di sektor properti
– Masuknya uang panas yang terutama di sektor properti dan manufakturing
– Tuduhan manipulasi mata uangnya oleh US (bisa dicuhkan)
– Melambatnya ekonomi US dan Eropa sebagai pasar untuk produk-produknya
– Tidak disterilisasinya ketidak seimbangan perdagangan luar negrinya yang berakibat inflasi
– Lapangan kerja baru bagi para pemuda dan potensi gejolak sosial

Ada juga analis yang meramalkan bahwa pertumbuhan ekonomi Cina di tahun 2011 akan melambat ke 5% – 6% saja. Dalam skenario ini, pembangunan-pembangunan kota-kota kosong dengan segala infrastrukturnya akan dikurangi. Demikian juga di sektor properti. Ini akan berdampak pada sektor komoditi. Kebutuhan semen, besi, energi untuk membuat semen dan besi akan berkurang. Tetapi sebagian orang masih bertanya-tanya. Benarkah hal ini yang akan dilakukan oleh Cina tahun 2011? Entahlah, semakin lama Cina menunda persoalan ini, semakin besar bubble dan akan semakin keras hempasan crash landing.

Tahun 2011 akan dibuka dengan posisi bursa saham di US sangat overbought dalam berbagai ukuran. Dana di fund manager hanya tersisa 3% cash saja. Dalam sejarah level ini adalah level yang rendah kalau tidak mau disebut terendah. Survey yang dilakukan oleh the Americal Individual Investor Association, yang mencerminkan opini investor retail, menunjukkan level optimisme (bullish) yang tinggi. 63.3% bullish. Daily Sentiment Index dari Trade-Future.com melonjak ke level 94% stock bulls. Padahal dari semua level bullish yang tinggi ini sudah beberapa bulan kekuatan menanjaknya lemah. Data ini bisa diterjemahkan juga sebagai optimisme yang besar tetapi sudah kehabisan tenaga. Tentu saja pasar bukan hanya di US saja, Cina juga ada.

Posisi overbought juga ada di pasar emas. Secara historis Januari sampai Februari adalah awal dari koreksi di sektor emas. Musim perayaan di India dan Cina berakhir pada bulan Desember dan Februari. Koreksi baik di sektor komoditi, saham dan logam mulia, dalam waktu dekat ini sangat besar peluangnya. Kalau ini terjadi, yang menjadi pertanyaan sampai seberapa jauhkah. Para penganut aliran Elliot Wave masih menunggu Primary Wave 3. Tahun lalu dikecewakan karena tidak muncul, walaupun harapannya besar. Lebih-lebih setelah terjadi Hindenburg Omen. Ketidak munculan Primary Wave 3 ini membuat penganut Elliot Wave terpaksa gigit jari dan harus mengakui bahwa Elliot Wave bukan silver bullet untuk menentukan timing. Oleh sebab itu hal-hal lain perlu diperhitungkan dan harus dimonitor perkembangannya.

Pertama mengenai kota-kota di US yang akan bangkrut/gagal bayar hutang
Krisis hutang negara-negara di zone Eropa
Kenaikan suku bunga dan pengetatan kredit di Cina
Bubble properti di Canada dan Australia yang sudah matang dan siap pecah
Penguatan US dollar

Selain itu perlu juga dimonitor koreksi emas pada siklus tahunannya antara bulan Maret – September, apakah harga emas keluar dari koridor perdaganannya (garis parallel yang terbentuk sejak tahun 2000). Kalau harga emas bisa jatuh di bawah koridor perdagangannya, maka koreksi yang diramalkan oleh Elliot Waver sedang berlangsung. Yang demikian itu, akan memakan waktu yang cukup lama.

Tidak ada salahnya mengantisipasi tahun 2011 ini sebagai the Year of Living Dangerously. Mungkin crash mungkin juga kobaran inflasi. Dua kutub yang sangat berlawanan. Antara neraka kutub dan neraka api. Antara nilai asset ambruk seperti tahun 2007-2009 atau nilai uang ambruk (inflasi versi yang lebih buruk dari tahun 2010). Asset atau Mata Uang. Dari semua itu, yang penting adalah bersiap untuk kedua kemungkinan ini. Emas dan kambing adalah hedge untuk inflasi, sedang cash (US dollar, Singapore dollar dan Swiss Frank) untuk deflasi atau crash.

Kalau rencana itu memang sudah ada, rasanya untuk sementara kita perlu melupakan ekonomi. Relaks. Hidup bukan hanya untuk uang saja.

Ada satu film yang beredari di Indonesia di awal tahun 1970, yaitu Romeo & Juliet yang diperankan oleh Olivia Hussey dan Leonard Whiting. Saya menemukan Youtube nya. Lagunya yang enak didengar, romantis dan Olivia Hussey yang cantik mengingatkan kenangan lama, seorang teman SMA. Pemain prianya, Leonard Whiting mungkin pada waktu itu sangat disukai oleh gadis-gadis. Ketika muda, Olivia Hussey memang cantik sekali dan masih nampak cantik ketika bermain di film the Lost Horizon. Tetapi beberapa tahun setelah itu entah kenapa wajahnya lebih dekat dengan wajah nenek sihir. Aneh juga. Mungkin ekonomi dunia seperti itu. Cantik ketika muda dan menyeramkan ketika tua.

Selamat tahun baru, semoga pembaca bisa mengarungi tahun 2011 dengan selamat. Jaga kesehatan dan nilai tabungan anda baik-baik. Semoga sukses.

sumber: http://ekonomiorangwarasdaninvestasi.blogspot.com/2011/01/years-of-living-dangerously.html