Archive for December, 2006

“Ibu, Ayah, Kenapa Allah Menyuruh Nabi Ibrahim Membunuh Anaknya?”

Jumat, 29 Desember 2006
Banyak anak yang akan bertanya demikian selama Hari Raya Qurban atau ‘Iedul Adha. Bagaimana kita (para orang tua) menjawabnya?

Memotong leher hewan untuk meniru seorang ayah yang ribuan tahun lalu siap memotong leher anaknya sendiri, kedengaran ‘gila’ di zaman Harry Potter, Manchester United, dan Play Station 3 ini. Anak-anak zaman sekarang lebih kritis pada ajaran Islam. Itu bagus. Setidaknya supaya orang tuanya belajar terus.

Ada orang tua yang tidak peduli pada pertanyaan-pertanyaan anaknya tentang agama atau tentang seks, atau berusaha mengalihkan perhatian mereka kepada hal lain. Ada juga yang bilang kepada anaknya, bahwa belum waktunya mereka menanyakan ‘hal-hal serius’ semacam itu. Sikap-sikap demikian hanya akan menambah rasa penasaran anak dan bisa mendorong mereka mencari jawaban dari sumber-sumber yang justru mungkin berbahaya. Lebih parah lagi, dalam jangka panjang, pelan-pelan anak-anak itu akan berhenti mengandalkan orang tuanya untuk pertanyaan-pertanyaan penting dalam hidup mereka.

Ada juga orang tua yang beranggapan kisah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam itu ‘mengerikan’ dan berusaha membuat kisah versinya sendiri –yang tak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Ada juga orang tua yang bukannya mendorong anak untuk tetap bersikap kritis, malah bilang agar anaknya ‘percaya saja’. Langkah ini akan menjadikan anak rentan terhadap manipulasi pemikiran yang sesat dan menyesatkan.

Ketika anak-anak mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang iman, ada dua hal yang perlu diperhatikan sebelum kita terburu-buru menjawab. Pertama, sikap kita dalam menjawab pertanyaan itu; kedua, materi jawaban kita yang terbaik dan bisa dipertanggungjawabkan di hadapan ALLAH.

Untuk pertanyaan tentang Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail AS, kita harus memulai dengan kisah itu sendiri. Kita yakin, seluruh kisah hidup Nabi Ibrahim didesain, dibimbing, dipelihara dan disebarluaskan oleh ALLAH lewat para rasul-Nya. Kita yakin fakta-fakta paling akurat tentang kisah hidup beliau hanya berasal dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Maka langkah pertama untuk menjawab pertanyaan itu adalah dengan, berwudhu, mengambil Al-Qur’an dan membacanya.

Langkah kedua, mulailah pembicaraan dengan anak-anak dengan mengucapkan, “BismillaahirRahmaanirRahiim, dengan nama ALLAH yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.” Mintalah ALLAH membimbing hati, pikiran, dan lidah Anda untuk memberikan jawaban yang benar.

Ketiga, lanjutkan dengan membacakan ayat Al-Qur’an. Bacakan ayat-ayat di bawah ini secara tartil, penuh kasih sayang, dan bacakan juga terjemahannya.

“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar diantara kamu; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” (Muhammad: 31)

“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan).” (An-Nahl: 120)

“Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim.”(Asy-Syuara’: 69)

Kemudian, bacakan bagian Al-Qur’an yang memuat detil peristiwa dramatis Qurban itu dalam surat Ash Shaaffat ayat 100-111.

Keempat, jelaskan kepada anak Anda, bahwa sebelum yang ini, Nabi Ibrahim telah lulus melewati beberapa ujian berat lain. Ketika ia masih remaja, ia lulus ujian untuk menetapkan logika dan keyakinannya tentang Tuhan yang benar. Ia juga berhasil istiqamah pada “aqidah tauhid saat bertentangan dengan ayahnya yang musyrik. Ia lulus ujian ketika berhadapan dengan Raja Namruj yang berlagak tuhan, yang gagal membakarnya sampai mati. Ia juga berhasil menyelesaikan tugas untuk meninggalkan istrinya Siti Hajar dan anaknya Ismail “yang puluhan tahun ditunggu kelahirannya” di padang pasir dan batu yang kemudian bernama Makkah.

Ada orang tua Muslim menjawab sambil lalu. “Oh, itu maksud ALLAH hanya untuk menguji Nabi Ibrahim, Sayang!” sambil meneruskan baca majalah atau mengunyah sarapan. Mungkin jawaban itu akan memuaskan anak orang tua, tapi jelas bukan jawaban terbaik yang bisa kita berikan.

Kelima, penting sekali untuk meresapkan ketaatan yang tulus, yang keluar dari jiwa murni Nabi Ibrahim, kepada anak-anak kita. Kita semua tahu akhir cerita yang melegakan nafas itu, tapi cobalah letakkan diri kita pada posisi beliau. Ia sama sekali tak tahu, bahwa leher anaknya akhirnya akan diganti dengan leher domba. Ismail, juga sama sekali tidak berharap apa-apa tentang skenario ALLAH. Anak baru gede itu sepenuhnya yakin saja, bahwa perintah ALLAH adalah kebaikan belaka bagi dirinya.

Keenam, berserah diri kepada ALLAH untuk menyelesaikan sisanya.

Ini kesempatan besar bagi Anda, untuk menjelaskan kepada anak-anak, tentang makna “kebebasan hidup” yang sesungguhnya. Hidup yang sepenuhnya bebas dari dominasi siapapun, kecuali dari dominasi Kekuasaan yang Maha Tak Terbatas.*

sumber: http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=4041&Itemid=59

Dollar sudah jatuh, di mana Dinar?

Minggu, 24 Desember 2006
Sekarang, dollar sudah jatuh. Kenapa Dinar-emas belum bangkit, sebagaimana yang diharapkan Mahathir dan banyak orang lainnya?

oleh Dzikrullah W. Pramudya

Samurai veteran kapitalisme sudah mengakui, pedangnya sekarang tumpul, tak bisa lagi mengendalikan dunia. Minggu lalu, bekas direktur Federal Reserve Amerika Alan Greenspan menyatakan bahwa ia memperkiraqan, dollar akan semakin lemah dalam beberapa tahun ke depan, gara-gara defisit yang dialami neraca pembayaran utang Amerika Serikat.

“Saya kira dollar akan terus anjlok sampai ada perubahan dalam neraca pembayaran utang AS,” kata Greenspan dalam sebuah konferensi bisnis jarak jauh AS-Israel. Menurutnya, keadaan pasar begitu rumitnya, bahkan susah meramal kondisi dollar dalam jangka pendek.

Dia juga menyebutkan, bangsa-bangsa yang tergabung dalam OPEC sedang mengalihkan cadangan uangnya dari dollar ke euro dan yen. “Adalah tidak bijaksana untuk menahan semua milik Anda dalam satu mata uang,” katanya.

Yang tidak diakui secara terus terang oleh Greenspan adalah, fakta bahwa sudah sejak lama tidak bijaksana untuk menyimpan uang Anda dalam mata uang fiat apapun. Fiat money alias uang kertas adalah jenis uang yang dianggap legal dan bernilai oleh suatu hukum. Dollar, Euro, Franc, Mark, Poundsterling, Rupee, Ringgit, Peso, Rupiah, Bath tak ada satupun yang didukung oleh nilai nyata kertasnya sendiri. Fiat money tidak memiliki nilai intrinsik (instrinsic value), sebagai kebalikan dari uang komoditas (commodity money) seperti Dinar-emas, perak, atau perunggu.

Seandainya besok, karena alasan tertentu, pemerintah AS mengumumkan bahwa mereka akan mendevaluasi uang kertas US$ 100 menjadi bernilai US$ 10, maka miliaran orang di dunia tak bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah dan menerima ‘kenyataan’ bahwa dalam 24 jam ke depan mereka akan jauh lebih miskin.

Hal seperti itu tidak akan terjadi dengan Dinar-emas. Bahkan kalau seluruh pemerintah di muka bumi menyatakan bahwa emas adalah “barang tidak berharga”, orang tidak akan peduli dan tetap memburu emas. Emas tetap emas, orang selalu akan menganggapnya bernilai tinggi sampai kiamat.

Nilai sebuah koin Dinar-emas 22 karat di masa Nabi Muhammad SAW –lebih dari 1400 tahun silam– masih tetap sama dengan nilainya hari ini. Tidak ada devaluasi, tidak ada inflasi. Bakar dan cairkan sepotong emas, nilainya tetap sama. Cobalah bakar setas penuh dollar AS dan gunakan arangnya untuk beli sepiring nasi. Parahnya lagi, Anda tidak perlu membakar uang kertas untuk membuatnya tidak bernilai. Simpan saja semua uang Anda dalam dollar, rupiah, dan lain-lain; sesudah beberapa tahun nilai uang Anda pasti akan turun kalau tidak anjlok. Nyatanya, nilai dollar terhadap emas terus menurun sejak tahun 1970-an sampai hari ini.

Kebanyakan orang akan mengira bahwa itulah sifat uang, selalu mengalami inflasi. Namun, kelompok masyarakat Amerika sendiri seperti FAME (Foundation of the Advancement of Monetary Education) atau GATA (Gold Anti-Trust Action Committee) berpikiran lain. Beberapa tahun belakangan ini mereka semakin keras bersuara tentang perlunya perombakan sistem moneter yang berbasis fiat money. Mereka mewakili masyarakat AS yang merasa dirugikan, karena nilai tabungan dollarnya yang didapat dengan kerja keras bertahun-tahun ternyata turun setiap tahun. “Karena kesalahfahaman dan tertutupnya sistem fiat dollar, maka ini suatu penipuan besar-besaran, ” demikian pernyataan Lawrence Parks, direktur ekskutif FAME.

Kedua organisasi ini bekerja keras mendorong Kongres AS untuk mengubah sistem moneter di negeri itu (yang tentu saja berpengaruh luas kepada dunia internasional). Menurut lembaran fakta resmi FAME, Kongres AS telah secara salah memberikan sebuah kekuasaan istimewa bagi sistem perbankan AS yang sama sekali tidak diatur oleh konstitusi AS. Kekuasaan itu dipakai oleh perbankan AS untuk menciptakan kertas-kertas yang dianggap legal dan mutlak sebagai uang tanpa dasar atau sandaran apa-apa.

Sejak tahun 1946 sampai 2005, dengan modal “hanya” US$ 150 miliar, sistem perbankan AS telah mencetak uang fiat senilai US$ 9,4 triliun. Sekitar US$ 700 miliar dicetak oleh the Federal Reserve, dan sisanya sekitar US$ 8,7 triliun dicetak oleh perusahan-perusahaan swasta, dalam hal ini bank-bank. Parks mempertanyakan, “Kenapa perusahaan-perusahaan swasta harus diberi kekuasaan untuk mencetak uang?”

Kita biarkan saja orang Amerika berkutat dengan masalah fiat money yang membingungkan ini. Artikel ini ingin lebih memfokuskan diri pada jalan keluar dari masalah ini, yaitu commodity money. Dalam hal ini, mata uang Dinar-emas.

Kebanyakan orang di kawasan Asia Tenggara memandang Dinar-emas sebagai isu politik. Pada tahun 2003 Perdana Menteri Malaysia waktu itu Mahathir Mohammad mengangkatnya. Sesungguhnya, Mahathir angkat bicara sesudah selama belasan tahun berbagai kelompok Muslimin di Inggris, Spanyol, dan Afrika Selatan memulainya. Mahathir mengumumkan, bahwa Malaysia akan berinisiatif memperbaiki sistem keuangan internasional, dengan cara menjadikan Dinar-emas sebagai mata uang alternatif.

Dia mengkritik sistem keuangan masa kini karena ‘sudah dipelintir oleh negara-negara kaya dan para spekulator’. Dia juga menyatakan bahwa Malaysia akan berusaha keras menggunakan Dinar-emas dalam perdagangannya dengan Iran sebagai langkah awal. Kalau inisiatif itu berhasil, Malaysia akan memperluas kerja sama ini dengan 32 negara lewat pengaturan pembayaran bilateral (BPA).

Sekarang, dollar sudah jatuh. Kenapa Dinar-emas belum bangkit, sebagaimana yang diharapkan Mahathir dan banyak orang lainnya?

Jawabannya datang dari Presiden Dinar Club di Jakarta, Muhaimin Iqbal, yang juga presiden direktur sebuah perusahaan asuransi tertua di negeri ini. Menurut Iqbal, sulit bagi Dinar-emas menjadikan dirinya mata uang alternatif tanpa dukungan perbankan Islam atau syariah. Dia menyatakan, “Satu-satunya lembaga yang bisa memfasilitasi sistem pembayaran modern, transfer, dan lain-lain hanyalah bank syariah.”

Iqbal juga meyakinkan, bahwa langkah membuka rekening Dinar-emas akan menguntungkan bank-bank syariah karena akan lebih melindungi masyarakat yang hendak menabung dalam Dinar-emas dari riba. Dengan demikian tabungan mereka tidak akan tercampur dengan proyek pembiayaan yang masih mengandung riba. Bank-bank syariah juga akan mendapatkan bayaran jasa penyimpanan Dinar. Yang sekarang belum ada, menurut Iqbal, hanya niat dan political will dari perbankan syariah dan pemerintah.

Masyarakat sebaiknya mencermati terus jatuhnya dollar yang akan terus anjlok beberapa tahun ke depan. Euro dan yen juga, menurut Iqbal sama rentannya karena sama-sama fiat money. Yang paling bijaksana adalah menyimpan uang dalam Dinar-emas, karena sifatnya yang tahan gempa krisis moneter apapun. Dinar-emas sudah selama beberapa tahun ini diproduksi di Indonesia. Alternatifnya adalah emas murni batangan.

Bagaimanapun, Iqbal mengingatkan, bahkan Dinar-emas juga bukan tujuan akhir dari sistem ekonomi. Orang-orang kaya, khususnya jika mereka Muslim, seharusnya tidak menumpuk kekayannya dalam rekening-rekening bank dalam waktu yang lama. Akan lebih baik jika kekayaan itu diinvestasi ke dalam putaran usaha di sektor nyata sehingga membuka lapangan kerja dan lebih berkah. Alternatifnya adalah kekayaan yang disebarkan lewat infaq dan sadaqah di jalan Allah sebagai bentuk investasi yang lebih tahan krisis dan tidak akan bisa dirampok. Atas nama keadilan, Islam melarang kekayaan hanya berputar di kalangan orang-orang kaya saja. Inilah jalan keluar terbaik dari sistem keuangan yang serba kacau.

* Kolomnis hidayatullah.com dan kini sedang menulis untuk The Brunei Times
sumber: http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=4021&Itemid=59