Posts Tagged ‘storm’

Wujud Zat Kelima: Ultralow-surface-tension Regime (Heinrich Jaeger) atau Bose-Einstein Condentation?

Di sekolah dasar dahulu kala, kita belajar bahwa wujud zat (states of matter) ada tiga, yaitu padat (solid), cair (liquid), dan gas. Zat padat memiliki sifat rigid, yaitu mempertahankan volume dan bentuknya seperti bebatuan dan es. Zat cair mempertahankan volumenya tapi bentuknya berubah-ubah sesuai dengan wadahnya. Air misalnya,  menyerupai bentuk gelas ketika di dalam gelas. Terakhir gas, baik volume dan bentuknya berubah-ubah sesuai dengan wadahnya. Udara di dalam balon misalnya, volumenya bertambah ketika balon membesar, begitu juga bentuknya. 

Yang membedakan satu dengan yang lain adalah jarak antarmolekul penyusun zat tersebut.Pada zat padat, jarak antarmolekul penyusunnya sangat dekat (rapat) sehingga molekul-molekulnya tidak dapat bebas bepergian. Ini seperti sebuah orang-orang yang berdesakan di dalam lift sempit, mereka tidak dapat ke mana-mana kecuali berdiri di tempat. Kalau pun dapat bergerak, hanya sedikit. Jika sebagian orang tadi keluar dari lift, maka sebagian yang tinggal  merasa lega dan dapat bergerak relatif lebih leluasa. Ini analogi dengan zat cair, yang jarak antarmolekulnya relatif lebih besar daripada zat padat. Dengan demikian, sejumlah air dapat berubah-ubah bentuknya menyesuaikan wadah yang ditempatiny. Terakhir, jika jarak antarmolekul sangat jauh (renggang) sehingga molekul bebas bergerak, maka wujud zatnya adalah gas seperti udara. Dia tidak dapat mempertahankan bentuk dan volumenya.

perubahan_fase

Diagram temperatur-energi pada perubahan fase wujud zat. Perubahan fase selalu melibatkan panas, baik dilepas ataupun diterima, namun temperatur zat tidak berubah. Dalam gambar, kotak merah menunjukkan proses perubahan fase.

Zat juga dapat berubah wujud dari satu ke yang lain. Namanya perubahan fase zat (phase change). Wujud padat ke cair melewati proses pencairan (melting) seperti es mencair menjadi air — kebalikannya disebut pembekuan (freezing). Wujud cair ke gas melewati proses penguapan (vaporation) seperti air mendidih menjadi uap air — kebalikannya disebut pengembunan atau kondensasi (condensation). Wujud gas juga dapat menjadi padat lewat proses deposisi (deposition) — kebalikannya disebut penyubliman (sublimation) seperti pada kasus kapur barus.

Wujud zat dapat juga dibedakan berdasarkan interaksi antarmolekul penyuzun zat. Dalam klasifikasi ini, pada zat padat interaksi tarik-menarik antarmolekul membuat posisi molekul-molekul penyusunnya tetap dalam koordinat dimensi ruang. Pada zat cair, interaksi tarik-menarik antarmolekul relatif lebih lemah sehingga posisi molekul-molekulnya berubah-ubah meskipun tidak ekstrim. Sedangkan dalam gas, nyaris tidak terjadi interaksi antarmolekul gas sehingga mereka bebas bergerak ke sana ke mari sehingga membuat gas tidak dapat mempertahankan volume dan bentuknya.

Proses perubahan fase zat. Arah panah ke atas menunjukkan nilai entalpi yang semakin tinggi. Entalpi adalah konsep dalam termodinamika yang menunjukkan total energi dalam plus total energi dari tekanan dan volume zat.

Ada satu wujud tambahan berdasarkan interaksi antarmolekul penyusun, yaitu disebut plasma. Plasma adalah gas yang terionisasi (memiliki muatan listrik) dan biasanya memiliki temperatur yang tinggi. Interaksi ionik antar molekul-molekul bermuatan yang ada dalam plasma memberikan plasma sifat-sifat yang berbeda dari tiga wujud lain. Inilah yang menjadi alasan kenapa plasma disebut wujud zat keempat (the fourth state of matterial).

Di Bumi kita, plasma dapat ditemukan pada awan-awan bermuatan yang menghasilkan petir. Malah, sebagian orang mendeskripsikan petir itu sendiri adalah plasma. Kilatan terang-benderang yang kita saksikan dari petir adalah radiasi elektromagnetik (termasuk di dalamnya cahaya tampak, gelombang radio, dan sinar-X) yang dipancarkan oleh plasma. Selain itu, plasma pada petir membawa arus sampai 30.000 ampere dan memiliki temperatur sampai 28.000 kelvin. Plasma juga ada di dalam tabung televisi (bukan monitor datar seperti pada laptop) dan lampu neon.

Namun, sesungguhnya plasma lebih banyak terdapat di luar angkasa. Debu-debu kosmik yang menjadi cikal-bakal bintang berwujud plasma. Materi penyusun angin surya (solar wind), inti Matahari, bahkan planet Jupiter sebagian besar berwujud plasma. Karena banyaknya plasma mengisi ruang di luar angkasa, plasma menjadi salah satu kunci untuk mempelajari Alam Semesta kita. Dalam fisika, pengkajian plasma secara khusus dilakukan oleh cabang ilmu yang disebut fisika plasma (plasma physics).

Apakah ada wujud zat kelima (the fifth state of material)? Jawabannya mungkin ada dan mungkin berwujud butiran (granular) seperti butiran-butiran pasir yang jatuh dari sela-sela tangan kita. Ini adalah fakta terbaru yang dipublikasi oleh Heinrich Jaeger (University of Chicago) di majalah Nature edisi 25 Juni 2009.

Proses pembentukan butiran-butiran pasir terjadi karena ketidakstabilan gaya atomik yang menarik bijih-bijih pasir sehingga membentuk butiran — ini berbeda dengan teori lama yang mengatakan bahwa  butiran pasir terbentuk setelah terjadi tumbukan antarbijih pasir. Proses ini mirip pada air yang juga membentuk butiran ketika jatuh (seperti pada air hujan), hanya saja pada butiran pasir melibatkan gaya tarik-menarik antarmolekul 100.000 kali lebih kuat.

Selain itu, Jaeger mendapatkan apa yang disebut “daerah tegangan-permukaan-ultrarendah” (ultralow-surface-tension regime), sebuah kondisi baru dalam ranah sains yang menentukan dinamika wujud butiran. Ini membuat wujud butiran memiliki sifat-sifat yang berbeda dari keempat wujud zat yang ada.

Misalnya saja, butiran pasir memiliki sifat zat padat dan zat cair pada waktu yang bersamaan. Saat berjalan di pantai, tubuh kita ditopang oleh pasir pantai — sifat pasir sebagai zat padat. Kita dapat genggam pasir namun kemudian pasir itu dapat lolos dan jatuh dari sela-sela jari kita — sifat pasir sebagai zat cair. Contoh lain dapat kita lihat ketika sebuah benda jatuh ke atas pasir, menghasilkan fenomena seperti benda dijatuhkan ke atas air (lihat video). Dalam kasus-kasus lain, butiran pasir dapat berperilaku seperti padat, cair, gas, bahkan di antaranya.

Dikutip dari Wired Science, riset tentang wujud butiran ini dapat menguntungkan pihak industri. Banyak produk jadi dan makanan melewati fase butiran. Selama ini pihak industri hanya menggunakan metode trial-and-error untuk menangani proses mereka sehingga tingkat kegagalannya tinggi. Keuntungan dari riset butiran pasir ini juga dapat dinikmati oleh riset berteknologi tinggi seperti eksplorasi Mars dan Bulan oleh robot-robot NASA. Perubahan kondisi sedikit saja, seperti temperatur, kelembaban, kondisi permukaan dapat menyebabkan kerusakan fatal.

“Fisikawan kaya akan perkakas untuk berurusan dengan zat padat, cair, dan gas. Tapi, kita tidak punya sebuah petunjuk kapan kategori klasik itu (padat-cair-gas) tidak dapat dipakai,” ujar Jaeger.

Sebenarnya, masih ada satu wujud zat lagi yang telah dikenal sebelum ini, yaitu kondensasi Bose-Einstein (Bose-Einstein condentation). Wujud zat ini adalah gas yang didinginkan menuju 0 kelvin (nol kelvin = absolute zero). Pada keadaan ini, zat memiliki sifat-sifat unik yang tidak dimiliki oleh wujud lainnya. Sebagian orang mengatakan bahwa kondensasi Bose-Einstein inilah yang merupakan wujud zat kelima. Jika demikian, maka kita punya enam wujud zat. Wah, jangan-jangan nanti ada juga wujud ketujuh, kedelapan, dan seterusnya? Semakin banyak hapalan untuk anak sekolah, hehehe.

sumber: http://diary.febdian.net/2009/06/27/wujud-zat-kelima/

Plasma sebagai Zat Fase Keempat

TIGA FASE ZAT: PADAT-CAIR-GAS

Dulu sewaktu di sekolah kita diajari bahwa fase zat ada tiga yakni padat, cair, dan gas. Apabila zat dengan fase PADAT dipanaskan maka temperaturnya akan naik, dan kemudian akan berubah menjadi fase CAIR, dan apabila terus dipanaskan maka zat cair tersebut akan berubah lagi menjadi fase menjadi GAS. Pertanyaannya apabila zat dengan fase gas ini dipanaskan terus-menerus apa yang akan terjadi? Ternyata zat tersebut akan berubah menjadi fase PLASMA.

Rahasianya terletak pada kenyataan bahwa mengapa jika kita memberikan panas pada zat (misalnya fase PADAT seperti es), ada suatu kondisi dimana panas tersebut tidak lagi digunakan untuk menaikkan temperatur/suhunya lagi, melainkan akan digunakan untuk mengubah fase zat padat menjadi CAIR. Demikian seterusnya setelah suhu air terus naik, akan ada kondisi panas yang kita berikan akan digunakan untuk kembali mengubah fase zat dari CAIR menjadi GAS? Hal yang sama juga akan terjadi jika GAS terus dipanaskan terus-menerus, maka akan berubah fase menjadi PLASMA.

Plasma adalah gas yang terionisasi, artinya gas tersebut sudah kehilangan elektron2nya. Kita tahu bahwa sebuah unsur terdiri atas elektron dan nukleus (yang terdiri atas proton dan neutron). Dalam zat padat, atom2 terikat satu sama lain membentuk molekul, yang masing2 terikat dalam suatu ikatan kimia yang kuat. Pada zat cair, molekul2 terikat dalam ikatan kimia lemah, dan dalam gas, molekul2 terpisah satu sama lain tanpa adanya ikatan kimia.

Nah dalam plasma, unsur2 tersebut tidak lagi bersatu membentuk molekul, dan unsur2 tersebut kehilangan elektron2nya. Jadi dalam plasma, yang ada adalah sebuah “sup” yang terdiri atas nukleus dan elektron.

Karena plasma memiliki banyak elektron bebas, maka plasma dapat menjadi konduktor yang baik sekali. Contoh plasma adalah lampu neon atau display komputer.

APAKAH API ADALAH PLASMA? api itu perubahan dari gas ke plasma… karena klo plasma adalah gas yang terionisasi dengan sempurna tetapi api masih terionisasi sebagian…

MENGENAL PLASMA LEBIH JAUH

Plasma sifatnya berbeda menurut komposisi partikel-partikel bermuatannya, sehingga plasma seringkali dipandang sebagai fase ke empat dari zat. Fase zat klasik  yang sudah kita kenal adalah fase gas, cair, dan padat. Jadi, yang keempat adalah fase plasma.

Plasma dapat terjadi secara alamiah, terutama dalam ruang angkasa. Zat-zat yang terdapat di perut bintang (matahari) dan ruang antarbintang, selalu dalam keadaan fase plasma. Lapisan-lapisan bagian dari angkasa planet juga sering berujud plasma. Sebagai contoh, ionosfer juga merupakan lapisan plasma di angkasa bumi kita. Ionosfer biasanya dibagi menjadi dua lapisan.

Lapisan bawah disebut lapisan E (terkadang juga dikenal sebagai lapisan Kennelly-Heaviside) yang terbentang antara 80 sampai 113 kilometer di atas permukaan Bumi. Lapisan ini memantulkan gelombang radio frekuensi rendah. Lapisan yang lebih tinggi disebut lapisan F (sering pula disebut lapisan Appleton), memantulkan gelombang radio frekuensi tinggi. Lapisan ini masih dibagi lagi menjadi lapisan F1, terbentang 180 km di atas Bumi, dan lapisan F2 yang dimulai di ketinggian 300 km di atas permukaan bumi. Lapisan F berkembang pada malam hari. Itulah sebabnya, pada malam hari gelombang radio lebih kuat dipantulkan daripada waktu siang. Lapisan teratas termosfer juga digolongkan ke dalam plasma. Lapisan ini diperkirakan terbentang antara 85 sampai 1.000 km. Lapisan ini juga dikenal sebagai lapisan ionosfer batas-batas ionosfer bervariasi sesuai dengan aktivitas matahari.

Lapisan terbawah termosfer yang diperkirakan terbentang antara 130 sampai 180 km, sangat sulit untuk dieksplorasi. Satelit tidak bisa mengorbit di wilayah ini, karena akan terjatuh dengan cepat dan terbakar akibat gesekan dengan atmosfer. Balon tidak dapat mencapai ketinggian ini, bahkan roket harus bergerak dengan kecepatan tinggi untuk dapat melewati lapisan ini.

Plasma alam yang lainnya adalah apa yang dinamakan dengan sabuk Van Allen yang melingkari  bumi dan badai matahari (solar storm) yang terus menyebar keluar dari matahari memasuki  daerah sistem matahari. Cahaya kilat merupakan salah satu dari sekian contoh plasma alam yang sering kita lihat ketika musim penghujan.

Plasma dapat juga dibuat oleh manusia, terutama di dalam laboratorium fisika plasma, seperti Lawrence Livermore Laboratory dan Tokamark Laboratory (milik Rusia). Yang paling penting dari laboratorium tersebut adalah bagaimana cara mengurung plasma untuk menghasilkan tenaga listrik berdasarkan reaksi fusi nuklir (penggabungan inti-inti atom) yang terkawal, walaupun sampai sekarang belum berhasil 100%. Namun, plasma buatan manusia dapat digunakan untuk keperluan sehari-ahri. Gas-gas yang ’’diionkan’’ sering digunakan dalam lampu flouresensi, lampu merkuri, neon, dan sejumlah tabung hampa merupakan suatu plasma.
Sejarah Penemuan Fisika plasma dikembangkan berdasarkan pengkajian pelepas muatan dalam gas, suatu bidang yang berkembang dengan pesatnya pada akhir abad ke-20. Pada tahun 1920, fisikawan Amerika Serikat Irving Langmuir menemukan sains fisika plasma modern dan yang permulaan sekali menggunakan istilah ’’plasma’’ untuk menyebut gas-gas yang terionisasi.

Pada 1939, fisikawan dari Universitas Cambridge Edward V Appleton menemukan ionosfer yang membuktikan gelombang elektromagnetik di dalam plasma. Fisikawan Swedia Hannes Alven yang merintis bidang fisika plasma menulis artikel di majalah Science berjudul ’’For a Riview on Electrodynamic Cosmology’’ yang  menyebabkan ia mendapat penghargaan Nobel Fisika pada tahun 1970, untuk karyanya tentang sifat-sifat dasar plasma.

Usaha yang intensif pemakaian tenaga nuklir untuk fisika plasma dimulai sekitar tahun 1950-an, pada saat penelitian reaksi-reaksi termonuklir yang terkawal, yang dimulai hampir serentak di AS, Inggris, Rusia, dan Jerman.
Plasma Alami Kilat atau petir merupakan salah satu contoh yang tepat mengenai kejadian di alam yang ada kaitannya dengan plasma. Kilat ialah pelepasan muatan listrik yang sangat kuat antarawan-awan yang bermuatan listrik atau antarawan bermuatan dengan bumi.  Suatu kilat petir akan memanaskan lintasannya dan meninggalkan daerah yang dilaluinya terionisasi dan terjadilah plasma.

Satu satu contoh lagi, aurora borialis (cahaya kutup utara). Aurora akan terjadi bila elektron-elektron kuat di bagian bawah dan ke lapisan atmosfer yang lebih padat, kemudian menghasilkan pelepasan muatan listrik serta menimbulkan cahaya. Gas yang diionkan dalam pelepasan muatan aurora itu merupakan plasma.

Bagian sebelah dalam dan atmosfer matahari (bintang), dari plasma yang terbentuk sebagai hasil suhu yang sangat tinggi yang dibangkitkan di perut bintang atau matahari. Atmosfer sebelah luar matahari, korona matahari, berupa plasma tipis yang mempunyai kerapatan elektron sekitar 1013 elektron/m3 pada suhu 1.000.000 Kelvin. Zat yang datang dari korona akan mengalir keluar secara kontinyu melewati planet-planet. Arus zat tersebut yang dinamakan badai matahari (solar storm), akan berinteraksi dengan daerah sebelah luar atmosfer bumi dan medan-medan magnetnya. Juga arus badai matahari akan menyebabkan ekor komet berarah menjauhi matahari.

Beberapa perilaku bintang meledak (supernova) dan bintang-bintang neutron atau black hole (lubang hitam), neutron dapat diinterpretasikan medan elektromagnet dengan plasma. Sebagai contoh ialah pulsa radiasi yang teratur dikeluarkan oleh sumber pulsar, yang pada umumnya dipandang sebagai neutron.

Ruang antar bintang (interstellar cloud) ini juga diisi dengan bagian-bagian gas yang terionisasi yang dapat digambarkan sebagai plasma., Ia mempunyai rapat elektron sekitar 106 elektron/m3 dan suhunya berkisar antara 10 ñ 100 Kelvin. Kenyataan umumnya, alam semesta ini berada dalam keadaan fase plasma banyak dikembangkan dan diteliti para ahli astrofisika.
Gelombang Gelombang elektromagnet dapat dikatakan merambat dalam plasma, jika frekuensi gelombang itu lebih tinggi ketimbang frekuensi batas yang disebut frekuensi plasma (fp). Sebaliknya, gelombang elektromagnet akan dipantulkan oleh plasma jika frekuensi plasma (fg) lebih tinggi ketimbang frekuensi gelombang itu.

Syarat untuk rambatan dapat dituliskan sebagai (fg fp) dan syarat untuk pantulan (fg>fp), bergantung pada kerapatan elektron di dalam plasma. Semakin tinggi rapat elektron, semakin tinggi pula frekuensi plasmanya. Ini penting untuk komunikasi radio gelombang mikro ( 5 ñ 40 MHz), termasuk beberapa frekuensi plasma ionosfer selama siang hari lebih tinggi ketimbang malam hari. Akibatnya, frekuensi-frekuensi yang lebih tinggi (panjang gelombang lebih pendek) akan dipantulkan oleh ionosfer selama siang hari dan berarti dapat digunakan untuk komunikasi radio siang.

Satu-satunya cara yang dapat ditempuh para fisikawan untuk dapat menghasilkan plasma di dalam alam atau laboratorium ialah dengan pemanasan tinggi gas biasa yang dilakukan secara intensif. Setelah pemanasan tinggi gas dimulai, maka tenaga molekul-molekul untuk melakukan tumbukan menjadi besar, sehingga dapat memecahkan molekul menjadi atom-atom. Dengan menaikkan suhu lebih lanjut, tumbukan antaratom-atom akan menghasilkan banyak elektron dan ion-ion. Dan, pada suhu tertentu di mana jumlah ion-ion dan elektron-elektron menjadi lebih besar lagi, terbentuklah plasma, Kenaikan suhu selanjutnya akan menghasilkan ionisasi yang paling sempurna.

Tenaga paling banyak yang diperlukan untuk mengionkan molekul dan atom sekitar 10 elektron volt yang ada hubungannya dengan suhu sekitar 100.000 Kelvin. Suhu plasma seringkali dinyatakan dalam elektron volt (eV), di mana 1 eV sama dengan 11.600 Kelvin. Di dalam laboratorium, metode yang paling umum untuk dapat menghasilkan plasma ialah dengan melewatkan elektron-elektron bertenaga tinggi melalui suatu gas. Elektron-elektron ini mengionakan atom-atom netral gas tersebut, yang akan menghasilkan plasma. Elektron-elektron bertenaga tinggi juga menghasilkan suhu yang teramat tinggi. Oleh sebab itu dapat mempertahankan konsentrasi tinggi ion-ion dan elektron-elektron membentuk plasma tersebut. Plasma laboratorium mempunyai rapat elektron dari 1016 sampai 1024 elektron/m3 dan suhunya berkisar 100.000 – 10.000.000 K.

Kebanyakan riset fisika plasma sekarang ini merupakan bagian dari upaya manusia untuk mendapatkan energi besar dari penggabungan inti atom atau fusi isotop-isotop berat hidrogen. Reaksi fusi ini memerlukan pembatasan plasma pada suhu paling sedikit 10.000.000 K. Teknik pembatasan plasma pada umumnya harus menggunakan medan magnet yang bekerja sebagai wadah atau botol magnetis. Akan tetapi, penggunaan medan magnet akan membuat plasma menjadi lebih sukar untuk dianalisis dan dikawal. (Amien Nugroho-37)

sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Plasma dan http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/02/22/99798/18/Plasma-sebagai-Zat-Fase-Keempat dan http://www.forumsains.com/fisika/plasma-wujud-zat-ke-empat/