Posts Tagged ‘kerosene’

Hitung-hitungan Subsidi BBM, Benarkah?

Nemu artikel ini, yang sering disampaikan Kwik Kian Gie kalo lagi debat vs pemerintah.

Apakah memang harga BBM Subsidi harus naik, atau pemerintah yang berkuasa dapat untung?

Berikut ini data yang saya kompilasi dari berbagai sumber, terutama dari para ekonom yang tidak bermahzab neolib!
• Indonesia menghasilkan 930.000 Barel/hari, 1 Barel = 159 liter
• Harga Minyak Mentah = 105 USD per Barel
• Biaya Lifting + Refining + Transporting (LRT) 10 USD per Barel = (10/159) x Rp.9000 = Rp. 566 per Liter
• Biaya LRT untuk 63 Milyar Liter = 63 Milyar x Rp.566,- = Rp. 35,658 trilyun
• Lifting = 930.000 barel per hari, atau = 930.000 x 365 = 339,450 juta barel per tahun
• Hak Indonesia adalah 70%, maka = 237,615 Juta Barel per tahun
• Konsumsi BBM di Indonesia = 63 Milyar Liter per tahun, atau dibagi dengan 159 = 396,226 juta barel per tahun
• Pertamina memperoleh dari Konsumen = 63 Milyar Liter x Rp.4500,- = Rp. 283,5 Trilyun
• Pertamina membeli dari Pemerintah = 237,615 Juta barel @USD 105 x Rp. 9000,- = Rp. 224,546 Trilyun
• Kekurangan yang harus di IMPOR = Konsumsi BBM di Indonesia – Pembelian Pertamina ke pemerintah
   = 158,611 Juta barel
   = 158,611 juta barel @USD 105 x Rp. 9000,- = Rp. 149,887 Trilyun

KESIMPULAN:
1. Pertamina memperoleh hasil penjualan BBM subsidi sebanyak 63 Milyar liter dengan harga Rp.4500,- yang hasilnya Rp. 283,5 Trilyun.
2. Pertamina harus impor dari Pasar Internasional Rp. 149,887 Trilyun
3. Pertamina membeli dari Pemerintah Rp. 224,546 Trilyun
4. Pertamina mengeluarkan uang untuk LRT 63 Milyar Liter @Rp.566,-
= Rp. 35,658 Trilyun
5. Jumlah pengeluaran Pertamina Rp. 410,091 trilyun
6. Pertamina kekurangan uang, maka Pemerintah yang membayar kekurangan ini yang di Indonesia pembayaran kekurangan ini di sebut “SUBSIDI”
7. Kekurangan yang dibayar pemerintah (SUBSIDI) = Jumlah pengeluaran Pertamina dikurangi dengan hasil penjualan Pertamina BBM kebutuhan di Indonesia
= Rp. 410,091 trilyun – Rp. 283,5 Trilyun = Rp. 126,591 trilyun
8. Tapi ingat, Pemerintah juga memperoleh hasil penjualan juga kepada Pertamina (karena Pertamina juga membeli dari pemerintah) sebesar Rp. 224,546 trilyun. Catatan Penting: hal inilah yang tidak pernah disampaikan oleh Pemerintah kepada masyarakat.
9. Maka kesimpulannya adalah pemerintah malah kelebihan uang, yaitu sebesar perolehan hasil penjualan ke pertamina – kekurangan yang dibayar Pemerintah (subsidi) = Rp. 224,546 Trilyun – Rp. 126,591 Trilyun = Rp. 97,955 Trilyun

-= coba kita telaah angka-angkanya CMIIW =-

1. Benar 1 barel (bbl) = 159 liter, tapi 1 bbl minyak mentah (crude) tidak menghasilkan 159 liter BBM (finish product). Ada namanya %Yield Refinery, maksudnya %rasio Kilang (Refinery) menghasilkan BBM yang harganya lebih mahal daripada Crude.
Dengan demikian tidak benar bahwa untuk memproduksi BBM (Premium, Kerosene, Solar) 63 juta KL, dibutuhkan crude hanya “63 Milyar Liter per tahun dibagi dengan 159 = 396,226 juta barel per tahun”

2. Benar hak Indonesia adl 70% dari produksi crude harian mungkin sekitar “237,615 Juta Barel per tahun”, tapi cost recovery menjadi beban Indonesia. Bukan tidak mungkin biayanya diambilkan dari penjualan jatah hak 70% tersebut. Detailnya coba diperiksa pembukuan BP Migas, berapa yang tersisa. Konon kabarnya biaya untuk golf & entertain tamu-tamu KPS dari lingkungan Pemerintah dan Anggota Dewan dimasukkan sebagai cost recovery juga, mungkin perlu diperiksa kebenarannya oleh BPK /KPK.

3. “Pertamina memperoleh dari Konsumen = 63 Milyar Liter x Rp.4500,- = Rp. 283,5 Trilyun” oh ya? Coba diperiksa dalam struktur harga BBM bersubsidi yang Rp 4.500 /liter tersebut sudah termasuk komponen pajak-pajak dan margin reseller (SPBU). Bisa dicek lebih lanjut berapa harga BBM yang ditebus oleh SPBU kepada Pertamina.

4. Penrnyataan “Catatan Penting: hal inilah yang tidak pernah disampaikan oleh Pemerintah kepada masyarakat. 9. Maka kesimpulannya adalah pemerintah malah kelebihan uang, yaitu sebesar perolehan hasil penjualan ke pertamina – kekurangan yang dibayar Pemerintah (subsidi) = Rp. 224,546 Trilyun – Rp. 126,591 Trilyun = Rp. 97,955 Trilyun”
Kalo maksudnya Kwik Kian Gie ada sisa uang 98 Trilyun, coba diperiksa berapa APBN Indonesia, jumlahnya kalo tidak salah sudah 1200 Trilyun apakah nilai tersebut sudah balance antara Pendapatan vs Pengeluaran? Jika sudah balance buat apa Negara kita berhutang sama IMF, World Bank dll? Kenapa koq dulu sewaktu masih menjabat, Rezim waktu itu juga menaikkan harga BBM dan bahkan menjuali aset-aset BUMN? Apa Keuangan Pemerintah kita baik-baik saja pada saat kapal VLCC Pertamina diminta Pemerintah untuk dijual? Entah dimana bocornya keuangan Negara, yang jelas banyak sekali tikus teriak tikus zaman sekarang.

Adalah sebuah kesesatan berpikir juga apabila kita merasa bahwa apabila APBN defisit maka negara kita akan tetap baik-baik saja. negara PIGS Uni Eropa (Portugal, Ireland, Greece, Spain) bangkrut saat ini juga disebabkan defisit APBN yang luar biasa.
Mungkin semestinya Anggota Dewan dan Eksekutif berhenti difasilitasi secara mewah oleh negara, namanya juga negara sedang susah. Uang penghematannya bisa untuk membantu rakyat yang lebih luas.

Semoga banyaknya informasi kepada rakyat tidak malah kontraproduktif /menyesatkan masyarakat.

Salam,

Taufan Enggar
(rakyat Indonesia)

sumber: dari milis bpspertamina2007